Senin, 12 Mei 2014

Sepenggal Cerita Tentang Cita-cita Masa Lalu

Hai sobat-sobat semua, saat kecil kita sering mendengat pertanyaan "Cita-citamu apa?" atau "Kalau sudah besar mau jadi apa?" kali ini kita akan sama-sama mengingat kembali kisah kecil kita melalui sebuah cerita tentang seorang anak kecil dan cita-citanya.

Disebuah Taman Kanak-kanak ada seorang anak yang memiliki cita-cita menjadi presiden, sebut saja namanya Budi (Seperti nama yang sering digunakan pada kalimat pada saat latihan membaca, "Ini Ibu Budi") Alasannya sangat sederhana, Budi sering sekali melihat foto atau gambar Presiden RI terpampang di depan kelas dan dia pun yakin seluruh sekolah di Indonesia pasti memasang foto sang presiden. Seketika Budi membayangkan seandainya fotonya yang dipajang didepan kelas, wow... pasti sangat mengagumkan.

Ketika ditanya oleh gurunya tentang cita-citanya, dengan percaya diri ia menjawab "ingin jadi Presiden". Mendengar jawaban Budi, Ibu guru selalu mengingatkan, "Kalau ingin jadi presiden harus rajin belajar agar pintar, ya!" Dengan sangat tegas dan semangat Budi menjawab, "Iyaaaaaa... Bu".

Guru si Budi cerdas, ketika menemukan siswa yang sedang malas belajar, dia akan menggunakan cita-cita si anak itu sebagai senjata. "Ayo tulisannya diteruskan, katanya mau jadi presiden, malu dong kalau presiden tidak bisa menulis". Mendengar perkataan tersebut, budi pun kembali bersemangat belajar menulis. 

Setelah setahun di TK, akhirnya Budi melanjutkan ke tingkat SD. Tidak banyak kesulitan yang Budi hadapi karena ketekunan dan semangatnya saat belajar di TK. Ketika Budi sedang bermain dilapangan bersama teman-temannya, ada pesawat terbang yang melintas diatas lapangan tempat mereka bermain. "Kapal..., minta duitttttt", teriak teman-temannya ketika pesawat itu melintas. (Apakah kamu pernah melakukannya juga? hehehehe).

Budi pun bingung, banyak pertanyaan yang ada dipikirannya. Dalam hati ia bertanya,"Bagaimana bisa benda sebesar itu dapat terbang seperti burung?" Dengan sangat penasaran, Budi pun bertanya kepada orangtua dan bibinya mengenai pesawat terbang. Dari hasil pengamatannya, ada satu hal yang sangat menarik perhatiannya sehingga muncullah sebuah pertanyaan.
"Bibi, kalau pesawat terbang supirnya siapa?
Bibi pun menjawab dan tersenyum.
"Itu bukan supir, Nak tapi pilot. Yang mengendalikan pesawat terbang itu PILOT."
Dalam hati Budi berbicara, "Wah..., kayaknya jadi pilot seru. Kerjanya terbang terus...! Aku mau ah... jadi pilot".

Wajah penasaran ternyata masih menghinggapi Budi. Ia kembali bertanya kepada bibinya.
"Bi, kalau Budi mau jadi pilot, bagaimana caranya?"
Dengan tersenyum si Bibi menjawab.
"Kalau mau jadi pilot, badan kamu harus tinggi. Nah.... agar tinggi makannya harus banyak." (Nasihat yang disispkan karena Budi termasuk anak yang sulit untuk di suruh makan).
"Terus... kalau mau jadi pilot belajarnya harus rajin agar pintar." tambah bibi.

Setelah mendengarkan penjelasan sang Bibi, Budi melanjutkan permainannya. Sambil bermain, Budi merenung lalu ia tanamkan ucapan bibinya dalam hati, "AKU HARUS BELAJAR AGAR PINTAAARR!!!!"

Lalu, berubahlah cita-citanya dari PRESIDEN menjadi PILOT.
Selama di sekolah, Budi termasuk anak yang pintar. Ia selalu mendapat peringkat 5 besar. Namun, kejadian unik kembali muncul ketika budi berada di kelas 3 SD. Saat itu Budi sedang menemani kakeknya menonton siaran langsung sepak bola di televisi. Si kakek serius mengamati jalannya pertandingan sepak bola.

Banyak  pertanyaan yang diutarakan Budi kepada sang Kakek mengenai sepak bola. hingga akhirnya terjadilah sebuah gol. Para pemain melakukannya selebrasi dan mendapatkan tepuk tangan yang sangat meriah dari penonton. Budi tampak heran dan langsung bertanya kepada sang kakek.
"Aki kenapa dia dapat tepuk tangan dari penonton?"
Kakek pun menjawab.
"Itu namanya gol, nak. Kalau bolanya masuk ke gawang itu dinamakan gol, tim yang paling banyak mencetak banyak gol dia yang menang".

Sejak itu, Budi semakin rajin menonton dan mencari informasi seputar dunia sepak bola. Akhirnya Budi paham dan mulai mengidolakan pemain yang identik dengan seragam hitam dan putih mirip zebra yaitu Alesandro Del Piero. Alasan Budi menyukai Del Piero sederhana karena striker itu sering mencetak gol.

Secara perlahan tapi pasti, Budi mengubah lagi cita-citanya menjadi seorang PEMAIN SEPAK BOLA. Cita-cita lamanya menjadi PILOT telah ia lupakan.

Menurut Budi pemain bola itu keren, posternya ada dimana-mana, sering masuk majalah, sering berkunjung ke berbagai negara untuk bertanding, dan pastinya sering menggunakan pesawat terbang sebagai sarana transportasinya.

Sejak itulah Budi sering melupkan pelajarannya karena waktunya banyak untuk bermain sepak bola. waktu berjalan hingga akhirnya Budi terkena penyakait cacar. Penyakit yang memaksanya untuk lebih banyak beristirahat, tidak boleh bermain, apalagi bermain sepak bola. Budi SANGAT SEBAL dengan penyakitnya itu.

Ketika sakit, orangtuanya membawa Budi ke dokter. Entah apa yang ada dipikiran Budi, tetapi ia merasa kalau dokter tersebut sangat membantunya hingga dia bisa sembuh dari cacar. budi kembali berkhayal, sepertinya menjadi dokter sangat menyenangkan. Bagaimana tidak menyenangkan. Bagaimana tidak menyenangkan? Dokter dapat menolong banyak orang, bahkan menolong pemain bola yang cedera.

Dengan cepat Budi mengubah lagi cita-citanya menjadi seorang DOKTER agar dapat mengobati PEMAIN SEPAK BOLA.

Setelah memikirkan cita-cita barunya. Budi menyadari kalau seorang dokter harus pintar. Budi berbisik dalam hati, "Akan sangat bebahaya kalau dokter sampai salah memberikan obat. Kalau pasiennya meninggal bagaimana?"

Perubahan cita-cita ini membuat Budi semakin rajin belajar, tetapi dia tetap melakukan aktivitasnya "bermain bola". Hingga saat ujian akhir kelas 6 SD (saat itu namanya masih EBTANAS "Evaluasi Belajar Tahap Akhir NASional"). Budi membuktikan bahwa dirinya adalah anak yang pandai. Total nilainya 45 dari 5 mata pelajaran berarti rata-rata nilai yang ia dapat adalah sembilan."

Perubahan cita-cita yang dialami Budi berlangsung hingga SMP. Sempat muncul keinginan menjadi anak band, meski ahirnya dia lepas lagi. Ketika SMA dia mulai bingung. Dengan pemikirannya yang lebih dewasa dan rasional, dia mulai mencoret satu persatu cita-citanya. Yang pertama. menjadi presiden dia hilangkan karena Budi punya pandangan lain soal politik intinya, ngurus diri sendiri saja udah ribet apalagi ngurus negara yang jumlahnya lebih dari 200 jiwa.

Kemudian cita-cita menjadi pilot, mungkin dulu terlihat keren tapi sekarang ia lihat lagi resikonya, "kalau pesawatnya jatuh taruhannya nyawa", pikirnya ketika ia melihat insiden kecelakaan pesawat terbang di televisi.

Cita-cita ketiga menjadi pemain sepak bola ia hilangkan. Alasannya sederhana,"Saya kan nggak jago-jago banget main bola, lagian kalau main bola banyak berantemnnya." lha ini mau main bola apa tinju???? :D.

Kalau jadi dokter kayaknya nggak mungkin. soalnya jurusan saya kan IPS bukan IPA, jadi nggak lah kalau harus dokter.

Nah, giliran pilihan jadi musisi, ini yang membuat dia bingun, diterusin apa nggak ya? akhirnya, Budi memutuskan menjadikan musik sebatas Hobi.
"Jadi cita-citaku sebenarnya apa?" Budi mulai berpikir.
Ada sedikit gambaran yang terlintas di benak Budi "Kakek dulu kerja di BUMN, ayah juga sama, Paman juga sama di BUMN. Ah, kalau begitu saya jadi karyawan BUMN saja deh atau kalau nggak ya kerja kantoran saja, terserah kerja dimana".

Nah sobat, cerita tadi adalah sebuah perjalanan mengenai cita-cita yang selalu berubah. Pada umumnya, ketika masih kecil kita mempunyai cita-cita yang sangat tinggi. Seiring berjalannya waktu, cita-cita itu semakin luntur. Ternyata ada yang jauh lebih parah, cita-citanya nggak cuma luntur tetapi di hapus. Ada yang punya cerita yang mirip atau bahkan lebih parah????

Nah sobat, apakah cita-cita kita berubah-ubah atau bukan hanya berubah, tetapi tidak ada keterkaitan dari masing-masing cita-cita tersebut?? adakah di antara kalian yang memiliki cita-cita yang konsisten dari dulu hingga sekarang? Mari kita berikan selamat kepada kalian yang tetap memegang teguh cita-citanya dan tidak berubah-ubah. apakah kamu salahsatunya?

Kenapa kita perlu memberikan selamat kepada kalian yang konsisten??? yapzzzz... karena tanpa kalian sadari, separuh cerita dari Dez ini telah kalian pahami. Kalian sudah mengetahui dan yakin dengan apa yang dicapai.. Semangat :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

author
Dani Nurin
Bukan sekedar mengejar kelengkapan, tapi hanya untuk mengejar dan membagi kebaikan